Category Archives: Terapi Kelompok

Terapi Kelompok

a. Pengertian Terapi Kelompok

            Menurut Guze, Richeimer dan Siegel (1997), terapi kelompok merupakan setiap pengumpulan dari orang yang lazimnya bertemu secara teratur, biasanya dengan pemimpin yang terlatih, untuk menangani masalah psikologik atau pertumbuhan pribadi mereka. Terapi kelompok juga biasa disebut group therapy. Terapi kelompok membentuk perubahan terhadap klien, khususnya perubahan perilaku di dalam kelompok. Perubahan diarahkan kepada segala bentuk perilaku atau kebiasaan dari klien yang dianggap tidak bisa diterima atau tidak diharapkan oleh kelompoknya.

            Terapi kelompok biasanya terdiri dari 5-12 anggota (bergantung pada tipenya). Terapi kelompok dapat berlangsung beberapa minggu, beberapa bulan atau beberapa tahun sesuai sesuai kebutuhan dan biasanya dilakukan seminggu sekali.

b. Cara Melakukan Terapi Kelompok

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam terapi kelompok adalah:

  1. Tahap Intake

Tahap ini ditandai oleh adanya pengakuan dari klien mengenai masalahnya  yang mungkin tepat dipecahkan melalui terapi kelompok ataupun terapis juga dapat menelaah situasi yang dialami klien. Tahap intake disebut juga sebagai tahap kontrak antara terapis dengan klien, karena pada tahap ini terdapat persetujuan dan komitmen antara terapis dan klien untuk melakukan kegiatan-kegiatan perubahan tingkah laku melalui terapi kelompok.

  1. Tahap Assesmen dan Perencanaan Intervensi

Terapis dan para anggota terapi (klien) mengidentifikasi permasalahan, tujuan-tujuan kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah. Pada tahap ini juga dibahas tempat atau ruangan pelaksanaan terapi kelompok, frekuensi pertemuan, lama pertemuan dan waktu yang dibutuhkan.

  1. Tahap Penyeleksian Anggota

Penyeleksian anggota untuk membentuk suatu kelompok harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari keterlibatannya dalam kelompok. Dalam pembentukan kelompok harus mempertimbangkan tipe permasalahan, persamaan tujuan, persamaan jenis kelamin untuk masalah-masalah tertentu dan tingkatan umur.

Minat dan ketertarikan individu terhadap kelompok juga penting diperhatikan, karena anggota yang memiliki perasaan positif terhadap kelompok akan terlibat dalam berbagai kegiatan kelompok secara teratur.

  1. Tahap Pengembangan Kelompok

Norma-norma, harapan-harapan, nilai-nilai dan tujuan-tujuan kelompok akan muncul dalam tahap ini sehingga dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aktivitas serta relasi yang berkembang dalam kelompok. Oleh karena itu, pada tahap ini terapis memegang peranan penting untuk dapat membantu kelompok mencapai tujuan.

  • Taraf permulaan. Dalam langkah ini, terapis perlu membicarakan apakah waktu yang telah ditentukan dan disepakati bersama itu tetap bisa dilaksanakan, lalu menyampaikan bagaimana komunikasi antara anggota yang satu dengan yang lainnya karena tiap anggota harus saling menghormati agar apabila anggota yang satu sedang berbicara maka anggota yang lain dapat memperhatikan, adanya keterbukaan antara anggota yang satu dengan yang lain serta dengan terapis, lalu menyampaikan bagaimana komunikasi antara anggota kelompok dengan terapis, serta adanya kesepakatan untuk menjaga kerahasiaan.
  • Mengembangkan dan memelihara situasi kelompok.
  • Melakukan diskusi, saling berbagi pendapat dan pengalaman, serta memecahkan masalah
  1. Tahap Evaluasi dan Terminasi

Dalam langkah ini terapis perlu melihat sejauh mana keberhasilan terapi kelompok yang telah dijalankan melalui evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi, maka dilakukanlah terminasi atau pengakhiran kelompok. Terminasi dilakukan berdasakan pertimbangan dan alasan mengenai tujuan individu maupun kelompok tercapai, waktu yang ditetapkan telah berakhir, kelompok gagal mencapai tujuan-tujuannya, serta keberlanjutan kelompok dapat membahayakan satu atau lebih anggota kelompok.

c. Manfaat Terapi Kelompok

  1. Dapat mengidentifikasi masalah bersama orang lain yang memiliki permasalahan yang sama
  2. Dapat membantu klien untuk meningkatkan hubungan interpersonal dengan klien lain sehingga setiap dari mereka dapat saling mendukung
  3. Dapat membantu menghilangkan perasaan-perasaan terisolasi dalam diri klien
  4. Dapat membantu menghilangkan kecemasan-kecemasan yang dirasakan oleh klien
  5. Dapat mendorong klien untuk membicarakan perasaan-perasaan batinnya dengan sepenuh hati
  6. Dapat membantu klien untuk melepaskan ketegangan dalam diri yang telah dipendam
  7. Dapat meningkatkan klien untuk berpartisipasi serta bertukar pikiran dan masalah dengan orang lain.

d. Kasus-kasus yang Diselesaikan Dalam Terapi Kelompok

Terapi kelompok dapat menjadi terapi pilihan untuk orang yang masalahnya terutama antarpribadi dan yang tidak mengalami gangguan psikiatrik utama. Terapi kelompok juga baik untuk orang yang hanya memerlukan tempat dimana ia dapat mencoba perilaku yang baru dan mempraktekkan keterampilan sosial yang baru. Berikut kasus-kasusnya :

  1. Kecanduan alcohol, obat-obat terlarang dan rokok
  2. Kekerasan seksual
  3. Stress dalam menghadapi penyakit yang di derita
  4. Trauma
  5. Korban bullying
  6. Insomnia
  7. Permasalahan hubungan sosial
  8. Orang yang mengalami masalah emosional
  9. Siswa yang mengalami kesulitan belajar

e. Contoh Kasus

Jane tumbuh dan dibesarkan oleh seorang ibu yang merupakan pecandu alcohol dan sering kali melakukan penyiksaan terhadap Jane baik secara fisik maupun verbal. Sejak kecil, Jane menganggap bahwa perilaku ibunya disebabkan karena dirinya sangat tidak berharga hingga layak diperlakukan seperti itu. Saat ini Jane telah berusia 20 tahun dan ia tetap berharap bahwa dirinya tidak akan dapat diterima oleh lingkungan. Dia selalu berfikir bahwa orang lain tidak akan menyukai dirinya, bahwa orang lain akan melihat dirinya sebagai pecundang dan dia tidak mungkin dapat melawan hal-hal itu. Apabila seorang penjual koran tidak tersenyum pada dirinya, maka secara otomatis Jane akan berpikir bahwa hal tersebut disebabkan karena dirinya tidak berharga dan tidak disukai oleh orang lain. Setelah itu, dia akan merasa sangat sedih. Bahkan ketika Jane mendapatkan respon yang positif dari teman-temannya, ia tidak pernah mempedulikan itu. Jane lebih terfokus pada pemikirannya sendiri. Oleh karena itu dia hanya memilki sedikit teman dan tidak ada satupun yang dekat dengan dirinya (sumber: Barlow & Durand). Dengan terapi kelompok klien mendapat kesempatan untuk belajar cara berinteraksi sosial atau bersosialisasi, yaitu memperkenalkan diri pada anggota kelompok, cara berkenalan dengan orang lain, bercakap-cakap dengan orang lain, dan melakukan kegiatan sehari-hari. Dengan melakukan kegiatan-kegiatan tersebut klien dilatih untuk tidak menarik diri ataupun menghindar dan klien akan mampu melakukan interaksi dengan orang lain.

 

Sumber :

Barlow, D.H., & Durand, V.M. (2015). Abnormal Psychology 7th edition. USA: Cengage Learning.

Guze, B., Richeimer, S., & Siegel, D. J. (1997). Buku Saku Psikiatri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC .

Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.

Suharto, E. (2007). Pekerjaan sosial di dunia industry: Memperkuat CSR (corporate social responsibility. Bandung: ALFABETA.

Tomb, D.A. (2003). Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta: EGC

Handout Psikoterapi oleh Erik S. Hutahaean.

Leave a comment

Filed under Terapi Kelompok