Category Archives: Psikologi Manajemen 2

Psikologi Manajemen 2

I. Teori motivasi yang dapat menggerakkan proses kerja karyawan yang dilakukan dengan penuh semangat, sebagai berikut:

A. Teori tata tingkat kebutuhan

          Maslow berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang berkesinambung. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut diganti oleh kebutuhan lain. Proses berkeinginan secara nonstop memotivasi kita sejak lahir sampai meninggal. Maslow kemudian mengajukan lima kelompok kebutuhan yang disusun secara tata tingkat, seperti gambar berikut:

1) Kebutuhan fisiologis.

Kebutuhan yang timbul dari keadaan fisiologikal tubuh kita. Seperti: oksigen, makanan, minuman. Kebutuhan fisiogikal merupakan kebutuhan primer atau kebutuhan dasar, yang harus dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, maka individu berhenti eksistensinya.

2) Kebutuhan rasa aman

Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Dalam pekerjaan, kita jumpai kebutuhan ini dalam bentuk “rasa asing” sewaktu menjadi tenaga kerja baru.

3) Kebutuhan sosial

Kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki. Dalam pekerjaan kita jumpai kelompok informal yang merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sosial seorang tenaga kerja.

4) Kebutuhan harga diri

Kebutuhan harga diri meliputi dua jenis:

  1. a) Mencakup faktor internal: kebutuhan harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan kompetensi.
  2. b) Mencakup faktor eksternal: kebutuhan untuk dikenali dan diakui dan status. Kebutuhan harga diri dapat terungkap dari keinginan pekerja yang ingin dipuji dan diakui prestasi kerjanya.

5) Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh. Kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut mendorong pekerja untuk lebih termotivasi dalam melakukan pekerjaannya dalam situasi dan kondisi tertentu.

B. Teori dua faktor

        Teori dua faktor ini juga bisa disebut teori hygiene-motivasi dikembangkan oleh Herzberg. Motivasi kerja berkaitan dengan kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yang Herzberg namakan faktor motivasi adalah faktor intrinsik, sedangkan, kelompok faktor yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan.

Faktor intrinsik

  1. a) Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja.
  2. b) Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
  3. c) Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya.
  4. d) Capaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
  5. e) Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk-kerjanya.

Faktor ekstrinsik

  1. a) Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan.
  2. b) Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja.
  3. c) Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk-kerjanya.
  4. d) Hubungan antarpribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
  5. e) Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya.

Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok faktor motivator cenderung merupakan faktor-faktor yang menimbulkan motivasi kerja yang lebih bersifat proaktif, sedangkan faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok faktor hygiene cenderung menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif..

C. Teori motivasi berprestasi

     Teori ini dikembangkan oleh David McClelland. Terdapat tiga kebutuhan yaitu :

1) Kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement) McClelland menemukan bahwa mereka dengan dorongan prestasi yang tinggi berbeda dari orang lain dalam keinginan kuat mereka untuk melakukan hal-hal dengan baik. Mereka mencari kesempatan-kesempatan dimana mereka memiliki tanggung jawab pribadi, akan memperoleh balikan dan tugas pekerjaannya memiliki risiko yang sedang (moderate).

2) Kebutuhan untuk berkuasa (need for power) Keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain.

3) Kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation) Memiliki rasa ingin disukai dan diterima oleh orang lain. Lebih menyukai situasi-situasi kooperatif dari situasi kompetitif, dan sangat menginginkan hubungan yang melibatkan saling pengertian dalam derajat yang tinggi.

Orang yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berkuasa dan kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi sekaligus akan memiliki motivasi kerja yang proaktif. Sedangkan yang memilki ketiga macam kebutuhan dalam derajat yang rendah akan memiliki corak motivasi kerja yang reaktif.

II. Pola Kepemimpinan

A. Gaya kepemimpinan otokratik, artinya sangat memaksakan, sangat mendesakkan kekuasaannya kepada bawahan. Pemimpin akan mengambil keputusan tanpa melibatkan bawahan. Pemimpin menganggap bawahan hanya sebatas melaksanakan pekerjaan dan bukan sebagai rekan kerja, dan pemimpin menganggap hubungan antara pemimpin dan bawahan adalah layaknya hubungan antara atasan dan buruh.

Kelebihan :

1) Kelebihan gaya kepemimpinan otoriter ada pada pencapaian prestasi dan efisiensinya.

2) Ketepatan dan ketegasan dalam membuat keputusan dan tindakan memungkinkan produktivitas akan naik karena manajemen dapat merealisasikan rencana yang telah disusun dalam waktu yang lebih singkat.

3) Keputusan dapat diambil secara cepat dan mudah dilakukan pengawasan.

Kelemahan :

1) Kelemahan gaya kepemimpinan otoriter yaitu suasana yang kaku dan mencekam sehingga menimbulkan ketidakpuasan, tertekan (stress), dan permusuhan.

2) Akan menurunkan semangat dan prestasi kerja pegawai.

3) Daya pikir pegawai sangat dibatasi karena hanya sesuai dengan apa yang diperintah oleh atasan.

Gaya kepemimpinan otoriter sangat cocok untuk situasi yang sangat memerhatikan tugas dan tenaga kerja dengan keterampilan yang sama, misalnya pada industri pakaian Gaya kepemimpinan ini juga dapat meningkatkan efisiensi, khususnya dalam situasi yang rumit dan menegangkan seperti dalam akademi militer.

B. Gaya kepemimpinan demokratis, artinya bersikap tengah antara memaksakan kehendak dan memberi kelonggaran kepada bawahan.

Kelebihan :

1) Kelebihan gaya kepemimpinan demokratis dapat menampung aspirasi dan keinginan bawahan sehingga dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap organisasi pada umumnya dan pekerjaan pada khususnya.

2) Pegawai merasa dihargai sehingga semangat dan prestasi kerja cenderung meningkat.

Kelemahan :

1) Cenderung menghasilkan keputusan yang disukai daripada keputusan yang tepat.

2) Pengambilan keputusan juga akan memakan waktu lebih banyak dan sulit tercapai kesepakatan karena terjadi perdebatan panjang.

Gaya kepemimpinan ini cocok digunakan untuk kerja tim ataupun pekerjaan di lembaga pemerintahan.

C. Gaya kepemimpinan laissez faire, adalah gaya kepemimpinan yang memberikan kebebasan pada kelompok untuk membuat keputusan dan menyelesaikan pekerjaan.

Kelebihan :

1) Bawahan tidak tertekan dalam menjalankan tugasnya.

2) Keputusan berdasarkan keputusan anggota.

Kekurangan :

1) Pemimpin sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap  pekerjaan bawahannya.

2) Kurangnya instruksi dari atasan dalam menjalankan tugas.

3) Kepercayaan pada pegawai terkadang menjadi masalah untuk pemimpin apabila pegawai tidak mampu menjalankannya.

Gaya kepemimpinan ini sangat sesuai saat memimpin para pekerja kreatif yang lebih senang mencari jalan mereka sendiri seperti arsitek, copy-writer periklanan, dll.

SUMBER :

Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press

Grede, R. (2006). 5 Strategi Ampuh Berbisnis. Yogyakarta: B-First

Leave a comment

Filed under Psikologi Manajemen 2